Tuesday, August 23, 2011

Ramadhan di Berlin


Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Berlin, terutama di daerah di mana kami akan tinggal untuk beberapa tahun ke depan, saya merasa sepertinya Berlin tidak jauh berbeda suasananya dengan  Pamulang atau Ciputat. Karena saya melihat betapa banyaknya perempuan-perempuan berjilbab yang hilir mudik di jalan-jalan kota. Saya jadi teringat rombongan ibu-ibu majlis taklim yang mau pergi atau pulang dari pengajian atau ibu-ibu yang mau pergi belanja, jemput anak sekolah atau melakukan kegiatan-kegiatan lainnya. Yang membuat banyak perbedaan adalah infrastrukturnya. Di berlin  semuanya serba lebih teratur dan orang-orangnya juga lebih disiplin, lingkungannya lebih bersih, lebih rapih dan bebas dari kemacetan serta polusi. Berlin yang terletak di jantung Eropa memang merupakan sebuah kota internasional yang dihuni oleh berbagai macam ras, bangsa, dan agama dari berbagai pelosok dunia. Tidak heran jika populasi masyarakat muslim menempati jumlah yang cukup signifikan di kota ini. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi kami dalam banyak hal, selain mudah menemukan masjid, kami juga bisa dengan mudah menemukan makanan-makanan berlabel halal atau bahan-bahan makanan asia di kota ini.
Seperti umat muslim di kota-kota lain di dunia, Berliner Muslim juga sangat bersuka cita dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Semaraknya semakin terasa karena seperti tahun yang lalu, pada tahun ini semua organisasi-organisasi Islam dan masjid-masjid di Jerman juga memulai Ramadhan secara serempak yaitu pada hari Senin tanggal 1 Agustus 2011. Setiap masjid tentunya mulai berbenah untuk mempersiapkan program-program Ramadhannya seperti juga yang dilakukan oleh masjid-masjid di Indonesia tak terkecuali masjid Al Falah yang merupakan masjid milik komunitas muslim Indonesia di Berlin. Masjid yang dibangun 24 tahun yang lalu ini menjadi sentral kegiatan peribadatan bagi masyarakat muslim Indonesia maupun muslim dari negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura yang tinggal di Berlin. Biasanya pada setiap bulan Ramadhan, pengurus masjid akan merancang berbagai macam kegiatan untuk seluruh kalangan seperti dewasa, remaja, dan anak-anak. Tadarus Al-Qur’an, diskusi seputar masalah keagamaan, TPA untuk anak-anak sampai pelatihan-pelatihan menjadi khatib, imam dan lain-lainnya untuk para pemuda dan pemudinya adalah di antara jenis kegiatan yang dilakukan oleh pengurus masjid ini. Jika rindu pada ta’jil makanan Indonesia maka kita bisa datang ke masjid ini untuk berbuka puasa bersama karena selama bulan Ramadhan, makanan seperti kolak, bubur kajang ijo dan lain-lainnya akan selalu tersedia di masjid ini. Biasanya di akhir pekan KBRI juga mengadakan acara berbuka puasa dan shalat tarawih bersama, maka kegiatan di masjidpun diliburkan dan seluruh pengurus masjid ikut bergabung di KBRI.
Tidak hanya masjid Indonesia saja yang menyediakan ta’jilan untuk berbuka puasa, tetapi seluruh masjid yang ada di Jerman akan melakukan hal yang sama. Bila kita ingin mencicipi hidangan khas berbuka dari negara lain,  kita bisa mampir dari satu masjid ke masjid lainnya secara bergantian. Saya dan keluarga biasanya pergi ke masjid Turki yang kebetulan letaknya tidak jauh dari tempat tinggal kami. Di masjid Turki kami bisa mencicipi ta’jilan khas Turki seperti Roti Ramazan Pidesi atau kalau kita terjemahkan mungkin Ramadhan Pide. Roti berbentuk bulat dengan hiasan wijen di atasnya seperti pizza tanpa topping ini dibuat khusus hanya untuk bulan Ramadhan saja, di bulan selain Ramadhan kita tidak akan menemukan roti ini. Selain Ramazan Pidesi, ada satu menu lagi yang juga hanya bisa kita temui di bulan Ramadhan yaitu Gullac. Gullac ini menurut salah seorang sahabat saya yang asli dari Turki dibuat dari semacam pasta yang cara pembuatannya direndam dulu di dalam susu semalaman sebelum diproses menjadi gullac. Makanan ini dibuat bersama dengan kacang pistachio dan biji delima dan rasanya sangat manis sekali. Dan tidak pula kami lewatkan teh khas Turki yang warnanya hitam hampir menyerupai kopi.
Selain masjid milik masyarakat Turki, di Berlin juga terdapat banyak masjid milik masyarakat Palestina, India, Pakistan, Bangladesh, Bosnia, dan lain-lain.  Nah sambil menyantap menu ifthar, kita bisa mengenal lebih dekat tradisi dan kebudayaan mereka selain itu tentu saja kita bisa menjalin tali silaturrahim dengan saudara-saudara kita dari mancanegara yang sangat bersahabat itu.
Tradisi lain yang juga kita lakukan selama bulan Ramadhan di Berlin adalah mengundang teman atau diundang teman untuk berbuka puasa bersama. Tempatnya bisa di rumah atau apartemen kita masing-masing atau bisa juga di salah satu kedai makanan seperti restaurant Libanon, restaurant Turki atau restoran Indonesia yang sudah mulai banyak di buka di Berlin.
Menjalankan Ramadhan di negeri yang mayoritas penduduknya nonmuslim ini tidak sedikitpun mengurangi kekhusyukan kami dalam beribadah.  Karena masyarakat di sini pada umumnya sangat terbuka terhadap keberadaan para pendatang yang beragama lain termasuk Islam.  Kita tidak perlu ragu untuk mengatakan bahwa kita sedang berpuasa kepada teman maupun kolega kita yang beragama nonmuslim jika kita diundang makan atau minum di waktu berpuasa. Karena mereka pada umumnya sangat menghormati perbedaan. Namun banyak pula di antara mereka yang kaget dan merasa tidak percaya bahwa kami bisa menjalani untuk tidak makan dan tidak minum selama itu. Mereka akan mengatakan “super” atau “tol” untuk mengapresiasi ibadah kami yang menurut mereka sangat luar biasa itu.

Lamanya Berpuasa di Berlin
Berapa jam lamanya menjalankan puasa di Berlin. Alhamdulillah sudah dua Ramadhan ini kami menjalani puasa selama 18 jam sehari. Tentu sangat berbeda ketika kami masih di Indonesia yang umumnya hanya menjalani puasa selama 13 jam sehari. Tadinya kami sempat apatis, apakah kuat kami menjalankan puasa selama itu. Apalagi puasa tahun lalu dan tahun ini jatuhnya pas di musim sommer atau musim panas. Terbayang sudah bagaimana beratnya nanti kami harus menahan haus dan lapar. Tetapi alhamdulillah tahun lalu kami bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar. Rama tahun lalu hanya batal puasa satu hari karena sakit padahal di sekolah dia berkumpul dengan teman-temannya yang kebanyakan non muslim dan tidak puasa. Sementara Shakti, belum kuat puasa sehari penuh. Jadi dia hanya puasa setengah hari saja atau semampu dia saja.
Kami biasa sahur pada jam 2 malam karena subuh jatuh pada pukul 3 dini hari dan baru berbuka puasa pada pukul 21.00. Karena biasanya matahari baru akan tenggelan pada pukul 21.00 ini. Niat yang tulus dan ikhlas untuk menjalani kewajiban sebagai umat muslim membuat kami kuat. Selain itu, ada faktor lain yang ikut mendorongnya, yaitu cuaca. Alhamdulillah, meski musim panas tetapi udara sangat sejuk sehingga kami tidak merasakan haus yang berlebihan. Apalagi musim panas tahun ini, selalu diwarnai oleh mendung dan hujan yang turun hampir tiap hari. Sampai-sampai setiap orang yang kami jumpai selalu bertanya ist das richtig Sommer oder? Apakah ini betul musim panas atau? Karena saking seringnya turun hujan dan mendung yang disertai angin kencang di musim panas tahun ini. Mudah-mudahan ini memang bagian dari rencana Allah SWT. Agar kami tidak merasa berat dalam menjalani ibadah bulan Ramadhan, amin.
Tantangan yang jauh lebih besar justru ketika harus melaksanakan shalat tarawih karena waktu Isya’ yang hampir mendekati pukul 12 malam. Kalau kami menunggu Isya tentu waktu tidur kami hanya sebentar dan dikhawatirkan nanti sahurnya kesiangan alias kebablasan. Karena itu biasanya setelah berbuka puasa dan shalat maghrib kami usahakan untuk langsung tidur dan baru melaksanakan shalat isya‘ dan shalat tarawih sebelum makan sahur. Bagi kami orang dewasa tentu lebih bisa mengatasi kurangnya jam tidur tetapi bagi anak-anak, rasanya tidak tega ketika harus membangunkan mereka pagi-pagi karena harus bersiap-siap untuk ke sekolah. Beginilah resiko tinggal di negara nonmuslim, yaitu tidak adanya dispensasi atau berkurangnya jam sekolah bagi anak-anak yang sedang menjalankan puasa. Bahkan ketika hari rayapun tidak diliburkan tetapi diperbolehkan untuk tidak masuk sekolah agar bisa mengikuti shalat Ied dan bersilaturrahim.
Kisah Ramadhan ini akan saya tutup dengan informasi mengenai shalat Ied yang biasanya dilaksanakan di KBRI. Setelah shalat Ied kami bisa menyantap menu khas lebaran seperti lontong opor ayam, sambal goreng, rendang daging dan lain-lain yang disediakan oleh KBRI untuk warga Indonesia yang ada di Berlin. Seperti yang saya ceritakan di atas, selain warga Indonesia, ada juga warga Negara tetangga seperti Malaysia, Singapore, Brunei, Philipine, yang ikut shalat Ied di KBRI.
Itulah sekelumit kisah Ramadhan yang kami jalani di negara yang dipimpin oleh seorang kanselir perempuan bernama Angela Merkel ini. Semoga bermanfaat dan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Semoga Ramadhan kali ini penuh dengan rahmah dan barokah bagi kita yang menjalaninya.

Sumber: netsains.com
read more

Mengajarkan Konsistensi


Tempo hari saya menerima keluhan dari siswa karena tugas yang dikerjakannya dibuku hanya dikembalikan dalam kondisi ditandatangani saja oleh guru. Sepontan saja waktu itu saya jawab, “mungkin pekerjaan kalian sama semua alias “contekan” karena itu guru hanya memberikan tanda tangan”. Siswa hanya menggerutu saja mendengar jawaban saya. Tentu ada alasan mengapa guru bertindak demikian, enggan mengkoreksi pekerjaan siswa dengan dalih jawaban yang seragam. Tetapi apakah semua siswa akan berlaku hal yang sama, padahal kita tahu praktek kecurangan biasanya hanya dilakukan oleh beberapa siswa, sedangkan siswa yang lain belum tentu berbuat yang sama. Apakah guru harus memberikan perlakukan yang sama kepada mereka ? coba kita runtut kejadian ini dari aktivitas sekolah setiap hari untuk menjawabnya.
Sebagai guru, saya juga merasakan betapa menumpuknya tugas-tugas administratif hingga tanggung jawab koreksi tugas siswa yang tidak jarang menumpuk dengan tanggung jawab lainnya diluar tugas sebagai guru di sekolah. Pemberian tugas sering terjadi karena guru memiliki kesibukan lain sehingga tidak bisa hadir dikelas secara langsung. Berharap siswa berlatih mandiri melalui tugas yang diberikan merupakan tujuan lain yang ingin dilakukan guru selain tujuan diatas. Guru sungguh tidak dapat kompromistis untuk urusan tugas, kapan tugas harus dikumpulkan adalah deadline yang berarti “harga mati”. Tidak jarang keterlambatan sering diartikan sebagai “pengurangan nilai”. Siswa yang mengeluh karena guru yang lain juga memberikan tugas yang demikian banyaknya, dicap sebagai siswa yang terlalu “banyak omong”. Dan pasti akan dicatat guru sebagai kandidat peraih hadiah “nobel” (nomor belek atau nilai jelek).
Bias penilaian oleh guru kepada siswa memang sering terjadi, terkesan tidak adil bagi siswa jika prestasi siswa diukur dari kesan baik buruk komunikasi siswa dengan guru. Menghukum siswa yang kritis dengan nilai yang buruk sama artinya dengan menutup ruang kebebasan atau demokrasi yang kita sepakati harus ada dan hidup didunia pendidikan. Setidaknya sekolah mampu menjadi media penanaman nialai-nilai demokrasi dalam diri siswa sejak dini. Mengajarkan siswa sesuatu tentu akan lebih mudah dengan mendidik siswa akan sesuatu.
Guru sering lupa bahwa pendidikan tidak hanya sebatas tugas dan koreksi saja, tetapi juga berkaitan dengan penanaman nilai-nilai kepribadian. Kita tahu betapa mudahnya memberikan ancaman dibandingkan memberikan sebuah pembelajaran. Melalui tugas sebenarnya terdapat ruang bagi guru untuk berkomunikasi dengan siswa secara tidak langsung. coretan beserta catatan adalah bentuk dari komunikasi tersebut. Melalui catatan dan coretan pada tugas yang telah dikumpulkan siswa seorang guru telah memberi bukti bahwa ia telah melakukan konsistensi akan tugas dan tanggung jawabnya. Konsistensi sendiri tidak hanya sebatas perilaku, tetapi ia merupakan kata kunci keberhasilan bangsa Jepang yang telah diterapkan selama bertahun-tahun yang lalu. Dan menurut Max Weber konsistensi ini lahir dari nilai-nilai ajaran sintho yang dipegang teguh masyarakat Jepang. Oleh sebab itu, guru perlu memegang teguh nilai-nilai pedagogik, yang mensyaratkan komunikasi yang manusiawi antara guru dan siswa.
Problem Konsistensi
Konsistensi memang tidak akan muncul tiba-tiba, perlu waktu dan pembiasaan sehingga seseorang dapat berlaku konsisten. Semangat inilah yang sebenarnya harus dibangun disekolah dan dimulai oleh guru. Konsistensi yang berarti tanpa perbedaan atau kontradiksi ini hanya bisa diajarkan dari sebuah keteladanan. Saat kita ingin agar siswa kita mampu belajar tentang tanggung jawab, maka akan dirasa perlu adanya “reward” dan “punishment”. Tentu kita akan mengatakan tidak adil, jika sesorang yang tidak melakukan apa-apa akan diberikan “reward”. Setiap tindakan yang dilakukan sesorang akan berdampak baik bagi dirinya maupun orang lain terlepas apa yang dilakukan itu baik atau buruk. Dalam hal ini sungguh perilaku guru yang konsisten atas apa yang disampaikannya, akan membentuk pribadi siswa yang dididiknya menjadi konsisten pula. Tentunya perilaku untuk memperlakukan tugas siswa dengan sebagaimana mestinya.
Untuk semua tugas siswa, guru harus meluangkan waktu untuk memeriksanya, tidak peduli sesibuk apapun guru itu. Kesediaan meluangkan waktu untuk sekedar memeriksa pekerjaan siswa adalah bentuk kejujuran guru dalam mengartikan pentingnya keberadaan siswa disekolah. Guru tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya siswa, demikian sebaliknya siswa tidak akan bisa melakukan yang benar apabila tidak dididik oleh guru dengan konsisten. Kita tahu betapa pentingnya sebuah penghargaan kepada terhadap potensi seseorang, hingga dia mampu mengembangkan semua potensi yang dia miliki.
Kembali pada topik tentang tugas siswa yang ada diawal tulisan ini, kesediaan guru untuk memeriksa tugas siswa tanpa kita sadari memiliki dampak pedagogik yang besar. Betapa dengan meluangkan waktu untuk memeriksa lembar demi lembar tugas siswa, guru telah memberikan penghargaan yang besar atas kerja keras yang lahir dari potensi siswa itu sendiri. Urusan men”copy” pekerjaan teman adalah permasalahan yang dapat disampaikan guru secara terbuka dikelas.
Kehidupan sering mengajarkan pada kita bahwa apa yang kita lakukan adalah cermin pribadi kita sendiri. Seringkali kita ingin dihargai orang lain tetapi engan menghargai orang lain. Padahal saat kita memberikan penghargaan kepada seseorang tidak jarang penghormatan ibarat pasukan kepada jenderal kita terima. Tentunya sebagai guru hal inilah yang ingin kita ajarkan. Bahwa penghargaan akan datang pada diri seseorang manakala seseorang mampu konsisten atas apa yang dilakukannya. Jujur dalam menyelesaikan tugas dalam arti “mengerjakan sendiri” tugas itu, adalah yang kemudian harus dibangun oleh guru pada diri siswa jika terbukti mereka melakukan tindakan tidak “sportif”. Namun sebelum itu semua dilakukan, setiap pribadi guru harus mengajar dirinya untuk konsisten atas tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Sumber: netsains.com
read more

Cerita menulis tesis (bagian 2)


Untuk bisa menulis tesis tentu diperlukan data lapangan khususnya dalam kelompok ilmu sosial. Dengan mendapatkan data dari lapangan maka bisa mengetahui apa yang terjadi dengan bantuan analisis berdasar kerangka konseptual dari tinjauan pustaka, dan biasanya ini akan menghasilkan temuan yang baru yang menyumbangkan seuatu pada ‘tubuh pengetahuan’ (body of knowledge). Disamping itu dengan memiliki data lapangan yang valid, maka temuan riset yang ada mempunyai argumentasi yang kuat yang tidak mudah dipatahkan (kalau pun mau dibantah dengan elok, tentu harus dengan riset lapangan tandingan). Bagian ini menjelaskan tahapan pengumpulan data lapangan dan serba-serbinya.
Ada yang sedikit terlupa untuk dijelaskan di bagian sebelumnya yaitu mengenai bantuan yang diperoleh dari Student Learning Support Service (SLSS). Lembaga ini memberikan bantuan bagi mahasiswa VUW dalam berbagai hal yang berhubungan dengan keterampilan belajar (learning skills). Setiap semester secara reguler SLSS memberikan bantuan bagi mahasiswa secara berbeda, ada yang khusus untuk mahasiswa S1 (bagaimana menyiapkan laporan, mencatat kuliah, membuat presentasi), mahasiswa S2 dan S3 yang full riset (menyiapkan proposal, metodologi riset, pengolahan data), ataupun mahasiswa kelompok khusus seperti mahasiswa internsional (khususnya English dalam diskusi dan menulis), maupun mahasiswa penduduk asli Selandia Baru yaitu orang Maori (dukungan sosial dan adaptasi dalam dunia perguruan tinggi). Jasa ketrampilan studi seperti ini belum banyak diberikan di berbagai universitas di Indonesia maupun di Malaysia. Dua jenis jasa yang saya nikmati di SLSS adalah: mengikuti seminar yang diadakan per dua minggu, yang isinya tidak lain penjelasan hal teknis tentang seluk beluk riset disertai berbagi pengalaman antar mahasiswa riset; yang kedua jatah konsultasi satu jam per minggu dengan staf disana untuk membantu memperbaiki kualitas tulisan proposal yang dibuat. Pada awal-awal selalu menggunakan jatah konsultasi tersebut, namun lama-lama mendapati bahwa hasil dari saran perbaikan tulisan English-nya tidak lebih bagus dari yang saya buat, hal ini karena isi proposal yang spesifik dalam bidang tertentu dimana si ‘konsultan’ memang tidak punya latar belakang keilmuan yang sama.
Kembali ke cerita pengumpulan data. Riset saya menganalisis tentang perubahan sistem kebijakan pendidikan yang terjadi di Indonesia dengan adanya otonomi daerah, dan secara khusus meneliti tentang manajemen berbasis sekolah (MBS). Kalau menelaah isu MBS ini seolah tidak begitu jelas seperti apa mahluk ini sebenarnya; karena menelaah dari sisi kebijakan maka sasarannya haruslah regulasi khusus tentang hal itu dan didapati bahwa yang berhubungan erat dengan hal itu adalah kepmen tentang dewan pendidikan (DP) dan komite sekolah (KS). Karena Indonesia begitu besar, luas dan kompleks, tentu diperlukan strategi khusus untuk melihat ini dari skala yang memang bisa dikerjakan, makanya dipilih studi kasus pada satu distrik. Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat dipilih karena berada di Indonesia bagian Timur, juga sebagai ibukota provinsi yang menunjukkan dinamika lebih kompleks dan bisa mengindikasikan apa yang terjadi setelah era otonomi yang relatif jauh dari pusat kekuasaan (Jakarta). Unit analisis yang dipilih adalah sekolah menengah atas negeri, dengan alasan pengelolaan SMAN lebih kompleks dan dengan latar belakang staf pengajarnya yang lebih terdidik dan cenderung kritis akan menampilkan potret tersendiri, disamping sekolah publik lah sasaran utama regulasi pemerintah. Urusan ijin dimintakan bantuan pada teman, dan itu bisa diselesaikan sebelum saya datang kesana dari Bappeda setempat.
Data yang dikumpulkan terdiri dari empat hal yaitu: dokumen (APBD, Perda, surat keputusan dan berbagai dokumen yang berhubungan dengan DP dan KS); kuesioner yang terbagi untuk guru, kepala sekolah dan pengurus komite sekolah; wawancara terhadapstakeholders pendidikan (dinas pendidikan, staf pemda, anggota DPRD, kepala sekolah, guru, pengurus komite sekolah, pengurus dewan pendidikan, wakil organisasi guru dan orang tua); terakhir observasi aktivitas di dua sekolah berbeda kecamatan (rapat, suasana sekolah, kegiatan belajar mengajar) dan kegiatan komite sekolah. Setiap jenis data yang dikumpulkan mempunyai tantangan tersendiri dan perlu penanganan berbeda. Waktu tiga bulan tadinya dianggap memadai untuk mendapatkan semua hal itu, namun kondisi di lapangan memang sulit untuk diprediksi. Jadwal kegiatan yang sudah diperhitungkan dengan matang, harus menyerah dengan berbagai perubahan mendadak dan mengalah dengan berbagai kepentingan responden yang dijumpai.
Tahap pertama adalah menemui dinas pendidikan, ini penting karena mereka lah boss baru yang mempunyai kewenangan luas secara tiba-tiba dengan adanya otonomi daerah. Ternyata ijin dari Bappeda tidak ‘bergigi’, menurut mereka untuk bisa masuk ke sekolah harus ada ijin khusus dari mereka, sehingga ijin dari Bappeda adalah rekomendasi saja menurut mereka. Ijin dari dinas lah yang berlaku, baru langkah awal saja terdapat power-game yang harus dipahami. Upaya mencari waktu bertemu dengan kepala dinas ternyata tidak bisa dipastikan; sehingga alternatifnya adalah dengan kepala bagian pendidikan menengah yang menangani SMA, dan seperti atasannya, dia pun tidak bisa memastikan kapan bisa ditemui untuk wawancara. Untungnya proses ijin mudah, sehingga untuk datang ke sekolah sifatnya sudah legal (sambil berharap tidak perlu lagi proses birokrasi ijin di tingkat sekolah).
Sesuai jadwal yang dibuat, minggu pertama adalah menyebarkan kuesioner ke sekolah dan ditargetkan dalam dua minggu sudah terkumpul. Bila sudah terkumpul, maka mudah dilakukan tabulasi dan mengetik pendapat tertulis yang dibuat oleh responden (terdapat beberapa pertanyaan terbuka dimana responden bisa menulis komentar dan pendapatnya) dan dari sana bisa mengetahui trend jawaban dan hal krusial yang perlu ditelaah lebih lanjut dengan wawancara. Untuk memudahkan mobilitas maka perlu menyewa sepeda motor, dan dilakukanlah keliling kota Mataram ke semua SMA negeri yang ada.  Semua sekolah yang ditemui menyambut dengan ramah dan terbuka serta membantu sepenuhnya. Kuesioner untuk guru dan kepala sekolah relatif tidak masalah dalam hal penyebaran dan pengumpulannya, cukup minta bantuan kepada kepala sekolah maka semua berjalan sesuai dengan yang diinginkan (menunjukkan pengaruh dan kekuasaan kepala sekolah).
Yang repot adalah penyebaran kuesioner untuk pengurus komite sekolah, berhubung mereka memang tidak stand by di sekolah maka berbagai cara dilakukan. Kebetulan beberapa pengurus KS adalah guru, maka ini relatif mudah; ada beberapa yang orang tua siswa, maka dicoba dititipkan ke anaknya dengan pesan supaya diisi oleh bapak/ibunya dan dikembalikan melalui guru yang saya mintakan bantuan; selain itu pengurus KS yang memang harus didatangi sendiri ke rumah atau tempat kerjanya. Yang terakhir ini sesuatu yang tidak disangka sebelumnya dan memberikan kesulitan akses, juga berdampak tingkat pengembalian kuesioner paling rendah dibanding yang diisi oleh kepala sekolah dan guru. Beberapa responden jelas harus ditemui di rumahnya setelah dikontak dengan SMS atau telepon seluler, dan kadang itu dilakukan lebih dari dua kali; sebagian walau sudah ditemui ternyata lupa untuk mengisi atau kuesionernya hilang entah kemana. Beberapa malah ‘tidak tersentuh’ karena memang tidak pernah ada di rumah karena sibuk berhubung tingginya posisi mereka di instansinya (ada yang komisari bank, ada pimpinan polisi); tentu ini menimbulkan ‘firasat’ bila ditemui saja susah, bagaimana mereka memberikan kontribusi bagi komite sekolah. Satu hal yang nampak, dengan memasang orang-orang penting yang ‘tidak tersentuh’ ini menunjukkan posisi sekolah (kepala sekolah) yang kuat kepada pihak lain.
Berikutnya adalah mengumpulkan dokumen. Inipun menunjukkan keunikan lainnya. Di sekretariat DPRD setempat, setelah melobi dan merayu kiri-kanan supaya mendapatkan dokumen apa saja yang berhubungan dengan isu pendidikan, ternyata hasilnya nol besar. Bisa jadi memang dokumen publik seperti notulen rapat, jadwal hearing dan sejenisnya sifatnya ‘confidential’ sehingga disimpan di tempat yang rahasia dan saat dicari pun tidak bisa ditemukan. Sedangkan di pemda, metode menunjukkan ke orang yang tepat adalah hal yang lumrah yang berujung kepada kembali ke orang semula untuk konfirmasi bahwa yang ditunjukkan tidak bisa menunjukkan yang diinginkan. Pada lain kesempatan malah diberikan akses kepada dokumen yang berjibun, khususnya saat mencari dokumen APBD dan daftar Perda yang telah dibuat, berhubung tidak mau mengganggu pegawai yang waktunya sangat berharga itu, maka difotocopy saja apa yang diberikan; sayangnya pas balik ke tempat kos dan membaca isinya, memang tidak nyambung dengan yang diinginkan. Belakangan, melalui akses informal, yaitu teman yang membantu menguruskan ijin ke Bappeda, karena dia memang staf disana,  malah didapatkan apa yang dicari, sangat lengkap dan malah dalam bentuk softcopy. Tentu ini menunjukkan betapa pentingnya informasi dan akses dari orang dalam (tidak hanya untuk riset, suksesnya kerja penyelidikan oleh polisi, penyelidikan kasus korupsi, bahkan membongkar jaringan teroris pun sebenarnya bisa terjadi karena orang dalam; kecanggihan alat tidak selalu utama sebenarnya) . Cerita menggembirakan saat mengumpulkan dokumen di sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan; tidak banyak ‘birokrasi’ harus dihadapi ataupun menggunakan jurus merayu tingkat tinggi, mereka terbuka hampir untuk semuanya kecuali untuk RAPBS. Namun hal terakhir ini pun tidak terlalu sulit untuk didapatkan berhubung terdapat banyak teman guru yang memberikan salinannya, karena yang biasa membuat RAPBS adalah guru dan bukannya pimpinan sekolah.
Dalam hal mengumpulkan data observasi termasuk yang paling lancar dibanding yang lainnya. Dua sekolah yang diminta tidak keberatan untuk disambangi dalam hal rapat, aktivitas di ruang guru, kegiatan mengajar di kelas ataupun untuk diskusi informal. Dalam satu rapat dewan guru di satu sekolah saya malah disangka guru baru; di ruang guru keberadaan saya pun disambut sebagai teman lama dengan hangatnya. Data observasi berguna untuk meneguhkan dan memberikan ilustrasi lebih lengkap tentang apa yang terjadi di lapangan. Di dua sekolah tersebut total masing-masing menghabiskan waktu tiga minggu di satu sekolah dan mencatat apa saja yang terjadi pada saat berkunjung. Hal ini tentu bertujuan untuk melihat konsistensi tentang apa yang terjadi di sekolah sehubungan dengan konteks pertanyaan riset yang dicari; bila sekedar menyempatkan waktu 1-2 hari maka sandiwara untuk menampilkan suasana yang sophisticated bisa dilakukan,  namun bila kita menyambangi sampai tiga minggu, maka wajah asli lah yang nampak. Sesuatu yang tidak disangka saat observasi adalah diskusi spontan yang justru mengindikasikan jawaban dari pertanyaan riset yang dicari, baik itu dari mulut kepala sekolah atau guru, dan pada saat itu menghidupkan alat perekam menjadi sesuatu yang terlambat, mengandalkan ingatan untuk menuliskan apa yang dibincangkan kadang tidak puas karena memang harus sifatnya verbatim (saat ini dengan MP4 player atau handphone bisa mengatasinya tentu dilakukan setelah ijin dengan responden). Yang kurang dalam observasi ini adalah mengikuti rapat pengurus komite sekolah, sampai waktu pengumpulan data selesai, tidak satu sekolah pun mengadakan rapat KS (hal ini juga menunjukkan ritme kerja komite sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah).
Yang terakhir, yaitu wawancara, adalah yang paling banyak menyita waktu dan energi. Di lingkungan sekolah, mewawancarai guru dan kepala sekolah mudah untuk dilakukan, khususnya mereka punya waktu luang sedang tidak mengajar atau tidak menerima tamu. Namun bila dibandingkan mewawancarai pendidik ini di sekolah dengan di rumah atau di tempat lain, maka jawaban yang diberikan sangat berbeda. Di rumah dimana mereka berada di ‘daerah kekuasaannya sendiri’, menjadikan mereka lebih rileks, terbuka dan tidak birokratis; tapi dampaknya adalah banyak hal diceritakan dan kadang ngak nyambung dengan pertanyaan (dan sebagai pewawancara yang baik tidak enak terlalu banyak memotong pembicaraan tuan rumah). Bila di kantor memang dibatasi oleh suasana birokratis (baju seragam, rutinitas dan dipotong oleh urusan yang muncul tiba-tiba). Akhirnya diputuskan sebisa mungkin wawancara di rumah kepada berbagai stakeholderspendidikan ini. Meminta waktu untuk wawancara memerlukan keterampilan negosiasi tersendiri, beberapa menghindar (seperti anggota DPRD), yang lain baru bisa punya akses melalui orang kepercayaannya (staf dinas pendidikan, pengurus dewan pendidikan dan komite sekolah); dan hampir semua bisanya setelah waktu magrib.
Karena wawancara dilaksanakan di dua bulan terakhir saat pengumpulan data, maka berbagai kecenderungan yang didapat dari kuesioner dan observasi menjadi data awal yang berharga untuk didalami dengan metoda ini. Beberapa responden sangat semangat menceritakan apa yang terjadi, sehingga wawancara menyebabkan kaset yang disediakan pun habis (waktu itu masih menggunakan tape recorder analog); banyaknya waktu tersedia juga pernah menyebabkan baterai tape recorder habis, dan perlu meminjam baterai sama responden untuk bisa meneruskan wawancara. Ada pula responden yang menjawab formal dan normatif, namun saat tape dimatikan, munculah jawaban yang ditunggu-tunggu. Secara keseluruhan terdapat dua puluh empat responden yang diwawancara, dan rata-rata menghabiskan waktu satu jam, tugas berat berikutnya adalah mentraskripsikannya, yang sampai saat selesai studi lapang tidak semuanya sempat dilakukan.
Secara keseluruhan pengumpulan data ini dapat diselesaikan sesuai dengan target yang diinginkan dari segi materi, walau dari segi jadwal dan kerja nguber responden merupakan suatu pengalaman yang benar-benar baru. Langkah berikutnya tentu membawa semua ini kembali ke Wellington, untuk dianalisis dan ditulis menjadi bagian tesis. Beberapa perkiraan isi tulisan sudah mulai nampak akan seperti apa isinya nanti, namun ternyata ini bukan lah skenario yang bakalan terjadi; proses menganalisis data dan menulis tesis menjumpai berbagai kejutan lainnya. [bersambung lagi]

Sumber: netsains.com
read more

Nanopartikel Karbon Aktif Dapat Menyebabkan Inflamasi Paru-Paru


Karbon aktif banyak dimanfaatkan oleh manusia terutama sebagai adsorben dikarenakan luas permukaannya yang besar. Karbon aktif ini merupakan karbon yang berkarakteristik memiliki banyak pori sehingga luas permukaannya besar dan menjadi aktif. Meski memiliki banyak manfaat, ternyata karbon aktif juga memiliki dampak buruk terhadap kesehatan manusia. Peneliti dari University of Iowa Roy J. and Lucille A. Carver College of Medicine menemukan bahwa inhalasi nanopartikel karbon aktif dapat meningkatkan sumber inflamasi paru-paru hingga dua kali lipat.
Martha Monick, Ph.D., seorang professor penyakit dalam University of Iowa yang memimpin riset ini menemukan bahwa nanopartikel aktif ini dapat menyerang jaringan dan mematikan sel paru-paru sehingga inflamasi terjadi. Tim peneliti ini juga menemukan bahwa inhalasi nanopartikel karbon aktif dari sumber seperti gas buang mesin diesel dan tinta printer menyebabkan respons awal paru-paru terhadap inflamasi. Namun hal ini bukan berarti apabila kita melewati kabut asap buangan diesel langsung menyebabkan paru-paru kita sakit.
Pada awalnya para peneliti berhipotesis bahwa kematian sel berlangsung secara apoptosis, yaitu suatu proses kematian sel yang diakibatkan oleh senyawa kimia tertentu sehingga terjadi pemisahan organel-organel sel namun tetap di terlindungi membran dan tidak merusak jaringan di sekitarnya. Namun, hasil eksperimen menunjukkan bahwa proses yang lain, yang disebut piroptosis terjadi. Piroptosis merupakan proses kematian sel karena hancurnya membran sehingga organel-organelnya keluar. Penemuan lain yang cukup mengejutkan dari eksperimen ini adalah bahwa nanopartikel karbon aktif juga dapat menghancurkan makrofag. Makrofag adalah salah satu bentuk sel darah putih yang berperan dalam sistem imunitas manusia yang dapat “memakan” mikroorganisme patogen. Pada paru-paru, makrofag bertindak sebagai pencegah infeksi. Hal ini juga yang menyebabkan inflamasi paru-paru semakin meningkat akibat nanopartikel ini.
Hasil penelitian mereka telah dipublikasikan di Journal of Biological Chemistry. Melalui hasil penelitian ini inflamasi paru-paru karena faktor lingkungan dapat dijelaskan akibat adanya nanopartikel karbon aktif.

Sumber: netsains.com
read more

Wednesday, August 17, 2011

Anak Lambat Berkomunikasi

Tanya:
Anak saya umur 4 tahun, 2 bulan. Sampai saat ini belum bisa diajak komunikasi, belum mau bergaul dengan anak sebaya. Apakah karena dia jarang diajak ke luar rumah?
Dia lahir setelah 8 tahun masa penantian kami ortunya, jadi saya protektif sekali. Sekarang sudah  sekolah di TK kecil, tapi sudah 3 minggu belum mau masuk kelas. Dia lebih suka main di luar kelas. Saya khawatir dia menderita sindrom Asperger.
Apa yang harus saya lakukan?
Dwi Retno
 Jawab:
Dear Dwi Retno,
Normalnya, anak berusia sekitar 4 tahun itu sudah mampu:
1.   Mengenal warna
2.   Mengulang 4 digit angka
3.   Mengulang kata dengan 4 suku kata
4.   Mengetahui nama-nama binatang
5.   Menyebutkan nama benda yang dilihat di buku atau majalah
6.   Suka mengulang kata, frase, suku kata dan bunyi
7.   Bermain-main bersama teman sebaya terutama di taman kanak-kanak
8.   Menceritakan pengalaman-pengalaman kecil
9.   Berjalan menyusuri papan
10. Melompat atau berdiri dengan satu kaki
11. Menangkap bola besar
12. Mengendarai sepeda
13. Mencuci tangan tanpa dibantu
14. Menggambar manusia
15. Membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi
Saya belum berani memastikan apa diagnosisnya, mengingat ada beberapa data yang penting yang belum disebutkan, seperti: jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, ia anak yang keberapa dari berapa bersaudara, golongan darahnya, apakah ia minum ASI eksklusif, susu formula/kaleng, atau susu sapi, apakah ia sering diasuh pembantu, adakah pengalaman traumatis yang ia alami, misal: dibentak, dimarahi, atau ia pernah melihat sesuatu yang membuat jiwanya “terguncang”,selama ia tumbuh dan berkembang, dengan siapa (saja) ia sering berkomunikasi, seringkah ia menonton TV atau bermain game, PS, atau sejenisnya.
Perlu diketahui, untuk menegakkan diagnosis sindrom Asperger haruslah dilihat secara komprehensif dan tidak bisa dilakukan secara singkat/sesaat, mengingat dokter akan menilai anak tsb minimal dalam enam hal sbb:
1.     Social impairment (extreme egocentricity)
2.     Narrow interest
3.     Repetitive routines
4.     Speech and language peculiarities
5.     Non-verbal communication problems
6.     Motor clumsiness
Bila permasalahannya belum bisa diajak berkomunikasi, maka solusinya ya dilatih berkomunikasi dengan cara yang ia sukai, tentunya berbeda dengan melatih berkomunikasi orang dewasa.
Bila orang tua protektif memang anaknya akan cenderung menjadi kurang percaya diri. Solusi lain: cobalah berkonsultasi dengan dokter, atau spesialis anak atau psikolog anak terdekat di kota Anda.
Bila memang ia telah dinyatakan menderita sindrom Asperger oleh dokter spesialis anak atau oleh psikiater anak, maka strategi mendidiknya silakan dibaca di situs:http://netsains.com/2010/03/terapi-yang-efektif-untuk-anak-dengan-asperger-syndrome/
Demikian. Semoga bermanfaat.

Salam Sehat!
dr. Dito Anurogo
Dokter peneliti hematopsikiatri
Konsultan kesehatan Netsains, Leipzig, Jerman
Dokter di RS Keluarga Sehat Pati Jawa Tengah.

Sumber: netsains.com
read more

Puasa dan Piwulang Sunan Bonang

Saya pernah menulis joke ringan menjelang Puasa : “sesungguhnya tanda-tanda puasa adalah semakin bertebarannya Iklan Sirup Di Televisi (Surat Al-Iklan)”.
Sebuah joke yang bisa menunjukan realitas kekinian yang ada di kehidupan kita. Ada dimensi humor tapi ada juga sebuah ironi tentang komersialisasi Puasa.
Saya yakin kita semua sudah sangat paham tentang apa syariat puasa yang harus dijalankan di bulan ramadhan ini. Dan juga tentang hakikat-hakikat yang ada dalam perintah menjalankan puasa tersebut. Di sini saya mencoba mengelaborasi sebuah Piwulang yang diajarkan oleh Sunan Bonang.
Piwulang adalah sebuah kosa kata bahasa Jawa, yang secera sederhana bisa diartikan sebuah pelajaran yang diajarkan secara pararel dengan tingkah laku. Seperti pepatah jawa “ilmu iku kelakone  kanti laku”, bahwa kita bisa memahami sebuah ilmu kehidupan apabila tidak berhenti hanya di dalam teori tapi juga dijalankan dalam perilaku keseharian kita.
Banyak kisah tentang Sunan Bonang, ada yang bisa ditelisik dengan ilmu sejarah, tapi ada juga yang berupa dongeng dari mulut ke mulut dan ada juga yang sekedar menjadi mitos. Tapi menurut saya bahwa kisah-kisah sunan boning dan para wali lainnya menarik karena bisa ditelisik baik secara historis maupun Histotik. Secara historis dengan pisau analisis ilmu sejarah, filologi, ataupun arkeologi. Dan juga secara Historik, yaitu mengambil sebuah Hikmah atau moral cerita yang ada dengan mengkomparasikan pada masa sekarang.
Tentang Puasa ini ada sebuah Piwulang yang diajarkan oleh Sunan Bonang, yang juga meurupakan Guru dari Sunan Kalijaga. Dimana, Dalam berdakwah sunan Bonang selalu mengedepankan sebuah dakwah yang sejuk dan damai, sesuai dengan semangat dasar  filosofi dari islam yaitu Rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta.
Jadi dalam berdakwahpun selalu mengakrabi kebudayaan masyarakat yang ada, tanpa kehilangan esensinya, hingga terjadi dialektika dan  bahkan memberika nuansa makna yang lebih kaya. Seperti Piwulang dalam berpuasa, melalui simbol budaya Jawa.
Setelah berpuasa dan berlebaran ada tradisi ketupat kalau dalam bahasa jawa namanya “kupat”. Menurut Sunan Bonang, kita harus berpuasa dengan ikhlas dan hanya mencari ridho Tuhan agar setelah puasa bisa menikmati kupat. “Kupat” adalah makanan khas saat lebaran. Berupa nasi putih yang di masak di dalam janur. “Janur” di sini adalah daun kelapa yang masih muda.
Kupat adalah singkatan  dari  laku sing papat atau empat keadaan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada orang yang berpuasa dengan keikhlasan dan kesungguhan. Yaitu: Lebar, Lebur, Luber, dan Labur.
Lebar berarti telah menyelesaikan puasanya dengan melegakan. Lebur berarti terhapus semua dosa yang dilakukan di masa lalu, Luber berarti melimpah ruah pahala amal-amalnya. Dan Labur berarti bersih dirinya dan cerah-bercahaya wajah dan hatinya.
Manusia akan bisa meraih “laku sing papat” jika bisa bersikap dan berperilaku  lembut dan santun terhadap sesama umat tetapi sekaligus tegas dan berani melawan ketidak- adilan. Masing-masing hati nurani kitalah yang dapat menentukan apakah kita berpuasa untuk meraih “laku sing papat” ataukah hanya sekedar basa-basi agar tercitrakan sebagai orang yang saleh.
Karena dalam perintah ibadah apapun akan selalu ada 2 wajah islam. Yaitu wajah islam yang profetik ritual dan juga wajah islam dengan dimensi kesalehan secara social. Ada dimensi mikro kosmos dan makrokosmos, vertical dan horizontal. Dan ini tak bisa terpisahkan.
Seperti ibadah puasa ini, mereka yang menjalankan dan mencapai  “laku sing papat” adalah mereka yang tawadhu’, jauh dari kesombongan, dan tidak mau bersikap sewenang-wenang atau melanggar hak orang lain seperti korupsi misalnya, baik korupsi materi maupun korupsi perilaku.
Semoga piwulang dari sunan Bonang ini selalu menginspirasi kita dan dapat kita implementasikan dalam puasa-puasa kita yang tentunya tidak hanya dijalankan saat bulan ramadhan saja. Juga cara-cara berdakwah beliau yang mentoleransi bahkan mengakrabi budaya masyarakat, tidak di jalankan dengan cara-cara kekerasan seperti yang dipraktekkan beberapa Ormas Islam diantaranya adalah FPI.
Seperti kata seorang Sufi : “Ramadhankan hatimu setiap waktu”

Sumber: netsains.com
read more

CO ( Carbon Monokside ), The Silent Killer


Pernah mendengar berita tentang kematian di dalam mobil tanpa adanya bekas tindak kejahatan,, beberapa diantaranya disebabkan oleh gas CO (karbon monoksida) yang dihirup oleh para korban. Gas CO dikenal dengan sebutan ‘the silent killer’, karena sifatnya yang sangat berbau, beracun, tidak berwarna, dan tidak berasa. Orang yang tidak sengaja menghirup gas CO ini, tidak akan mengalami kesadaran bahwa mereka dalam bahaya dan menyebabkan timbulnya rasa kantuk yang sangat.
Gas CO ini berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dari gas alam dan material lain yang mengandung unsure karbon. Keberadaan gas ini sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia, karena gas CO akan menggantikan oksigen yang berikatan dengan Hb dalam darah. Ikatan yang terbentuk antara Hb – CO ini lebih kuat 200 kali daripada ikatan Hb – O.
Akibatnya oksigen kalah bersaing dengan CO saat berikatan dengan Hb. Kadar oksigen dalam darah akan berkurang, padahal tubuh sangat membutuhkan oksigen untuk proses metabolisme.
Gelaja yang ditimbulkan dari keracunan gas CO antara lain :
-          Sesak nafas
-          Sakit kepala
-          Rasa lelah yang amat sangat
-          Pusing
-          Mual – mual
-          Hilang kesadaran
-          Kebingungan
-          Otot menjadi lemas
-          Kematian
Diagnostik keracunan CO, adanya COHb yang tinggi dalam darah dapat dilihat dari beberapa ciri – ciri : semua organ tubuh mulai paru – paru, jantung, liver, berwarna merah karena pecahnya pembuluh darah dan carboxyhemoglobin berwarna merah terang  (bright red) yang terlihat pada kuku – kuku jari, mukosa dan kulit.
Beberapa cara di bawah ini dapat digunakan untuk menganalisis kadar CO dalam darah.
  1. Menggunakan reagent :
Reagent : 10% H2SO4 & 0,1% PdCl2 dalam 0,01 NHCl
(1) Memasukkan 1 ml darah + lar 1 ml 10%H2SO4 dalam outner chamber
(2) Memasukkan 1 ml lar 0,1 % PdCl2 dalam inner chamber
(3) Menutup cell convoy
(4) Mengamati 15’ – 60’ tampak lapisan diatas permukaan inner chamber CO(+)
sensitifitas 10% HbCO apabila (+) dilanjutkan dengan Spectrofotometri UV-VIS
2.   0,2 ml sample diencerkan dengan 25 ml 0,1% lar NH4OH dibagi 3 bagian (A,B,C)
Kode A aliri dengan gas CO selama beberapa menit. Kode B aliri gas 02 selama 10’ untuk menghitung ikatan HbCO atau ambil darah segar (tidak mengandung CO).
Kode C tanpa diberi aliran gas (sample asli) masing-masing ditambah sedikit sodium difluonit dan 10 ml 0,1% NH4OH. Absorbansi masing-masing diamati pada panjang gelombang 540 nm, 579nm

Hubungan antara gejala-gejala dengan COHb darah dapat dilihat berikut:

% COHb
Keluhan atau gejala
< 10 % COHbtidak ada keluhan maupun gejala
10–20% COHbrasa berat dikepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh darah kulit
20–30% COHbsakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30–40 % COHbsakit kepala hebat, lemah, dizziness, pandangan jadi kabur, nausea, muntah-muntah
40–50 % COHbseperti diatas, syncope, nadi dan pernafasan menjadi cepat.
50–60 % COHbsyncope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang yang intermitten.
60–70% COHbkoma, kejang yang intermitten, depressi jantung dan pernafasan
70–80% COHbnadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan meninggal dalam beberapa jam
80–90 % COHbmeninggal dalam waktu kurang dari satu jam
> 90 % COHbmeninggal dalam beberapa menit

Memasang alat pendeteksi karbon monoksida di tempat-tempat yang di huni banyak orang.
Memeriksa sistem kendaraan baik mobil pribadi, kereta maupun angkutan umum untuk mengantisipasi kebocoran yang mungkin terjadi.
Meminimalisir penggunaan peralatan yang menggunakan bahan bakar             fosil dan menggantinya dengan mesin bertenaga listrik atau baterai.
Melakukan pengujian dan pemantauan karbon monoksida dalam udara           secara berkesinambungan di kawasan yang diduga rawan karbon monoksida.
Senantiasa waspada ketika berada dalam ruangan tertutup yang kemungkinan mengandung gas monoksida.
Mengurangi kebiasaan merokok karena apabila tembakau terbakar akan menghasilkan gas karbon monoksida sehingga dapat mengurangi kemampuan darah dalam mengikat oksigen.

Sumber: netsains.com
read more

Profesi yang Berkaitan dengan Ilmu Genetik


Tentu tidak ada yang dapat membayangkan profesi yang akan digeluti seseorang setelah menyelesaikan pendidikan formal. Semua berjalan sesuai dengan garis takdir yang telah ditentukan Sang Maha Kuasa. Demikian hal dengan Bejo yang setelah lulus SMA harus dipaksa orang tuanya untuk kuliah di Akuntansi. Tepatnya di kampus neneknya terdahulu, Universitas Negeri Surabaya yang disingkat UNESA, sehingga sering Bejo memplesetkannya menjadi UNESA = Universitas Nenek Saya. Banyak hal-hal aneh yang dia alami selama menjalani status mahasiswanya, hingga akhirnya dia menemukan pelajaran hidup yang terbaik.
Singkat cerita, menjelang detik-detik pendaftaran orang tua bejo memberikan pilihan untuk memilih jurusan pendidikan ekonomi, pokoknya harus jadi guru begitu ceritanya. Jamak kita temui peristiwa yang dialami bejo, atau bahkan kita sendiri adalah salah satunya. Tidak jarang kita sebagai orang tua merasa paling berhak terhadap anak-anak kita, mulai dari baju apa yang harus mereka pakai, dimana ia harus bersekolah, dengan siapa dia harus berteman, hingga pekerjaan terbaik yang harus dia miliki. Sekarang, cobalah kita renungkan kembali apakah semua itu adalah untuk anak-anak kita, atau ambisi masa muda kita yang gagal kita raih. Lalu, apakah seorang anak tidak boleh memilih dengan bebas, akan menjadi seperti apa dia nanti dengan semua potensinya ?
George Bernard Shaw adalah penulis besar kelahiran Irlandia. Kecerdasannya sangat luar biasa, sehingga Shaw pernah memperoleh hadiah Nobel untuk karya sastra, sekaligus penerima Piala Oscar untuk karyanya  yang diangkat ke layar perak. Demikian mengagumkannya kecerdasan seorang George Bernard Shaw, sehingga konon dia pernah dilamar oleh seorang aktris cantik. Dengan maksud, supaya kelak menghasilkan keturunan yang rupawan seperti ibunya, dan cerdas seperti ayahnya. Namun, Shaw kemudian menjawab, “Lalu bagaimana kalau kita memiliki anak dengan otak seperti Anda, dan wajah seperti saya?”. Ya demikianlah menurut ilmu genetika. Pola pikir hahwa banyak hal kita warisi secara turun temurun dari orang tua kita. Kulit kita yang sawo matang, rambut kita yang hitam, hidung kita yang tidak mancung. Hingga ke hal-hal yang sifatnya non fisik seperti misalnya sifat atau bakat tertentu. Maka banyak anak penyanyi yang kemudian menjadi penyanyi, anak jenderal jadi tentara, dan anak pedagang jadi pedagang. Maklum, bakat dari orang tua nya mengalir deras di darah mereka. Mungkin pola pikir ini yang menjadikan Bejo, harus tidak memiliki pilihan lain selain memenuhi profesi yang diturunkan oleh nenek moyangnya terdahulu sebagai guru.
Tapi, apakah benar hingga hal-hal yang bersifat non fisik seperti profesi kita warisi secara turun temurun, atau, mungkinkah bakat seseorang memang bisa berubah?
Prof. Kazuo Murakami, seorang ahli genetika, dalam bukunya The Divine Message of The DNA yang kemudian membuka wawasan saya lebih luas. Ternyata menurut ilmu genetika memang betul, segala sesuatu yang merupakan “bakat” ditentukan oleh kode genetis yang ada dalam DNA kita. Sebagai gambaran, setiap kilogram tubuh kita terdiri dari sekiar 1 trilyun sel. Jadi seorang bayi yang baru lahir sudah memiliki sekitar 3 trilyun sel. Padahal awalnya kita hanyalah satu buah sel yang sudah dibuahi. Yang kemudian membelah menjadi 2, 2 menjadi 4, 4 menjadi 8 dan seterusnya hingga trilyunan tadi. Setiap sel memiliki inti sel (nucleus) yang mengandung DeoxyriboNucleic Acid (DNA). DNA inilah yang menyimpan kode genetis yang menjadi cetak biru tubuh kita. Jadi akan menjadi seperti apa kita, seolah sepertinya sudah terprogram dalam DNA tadi.
Lalu jika dalam setiap sel tubuh kita terdapat DNA yang sama, bagaimana sebuah sel tahu bahwa ia adalah bagian dari rambut, misalnya, dan kapan rambut mulai tumbuh, dsb. Menurut pakar genetika, ternyata terdapat mekanisme “nyala/padam” pada DNA tadi. Sebagai contoh, gen yang menentukan sifat kelamin laki-laki (berkumis, bersuara berat, dsb) yang semula “padam” akan “menyala” pada saat pubertas.
Bahkan, lebih jauh lagi. Proses nyala/padam tadi ternyata dapat terjadi sebagai respon lingkungan yang berubah. Dua ilmuwan dari Institut Pasteur mengamati hal ini. Bakteri E.Coli yang hanya mengkonsumsi glukosa, ternyata ketika ditempatkan pada lingkungan yang hanya ada laktosa, mampu merubah diri menjadi pemakan laktosa. Mekanisme internalnya sangat ajaib, karena bakteri adalah makhluk satu sel. Sehingga perubahan menjadi pemakan laktosa seolah-olah seperti menyalakan sebuah kemampuan yang semula tidak nampak. Dan ini membawa konsekuensi luar biasa. Karena jika benar gen pembawa sifat tadi memiliki mekanisme nyala-padam seperti itu. Kita tidak pernah tahu potensi apa dalam diri kita yang saat ini belum kita nyalakan. Jangan-jangan saya juga memiliki bakat bermain saksofon sebagus Dave Koz, hanya saat ini belum dinyalakan saja. Atau jangan-jangan ada bakat bisnis sehebat Donald Trump yang masih terpendam dalam diri saya, dan menunggu dinyalakan?
Dan memang demikianlah menurut Prof. Murakami. Bahwa bakat seseorang dapat muncul pada umur berapapun. Banyak sekali contoh pemusik atau olahragawan yang semula hanya memperlihatkan “bakat” yang biasa-biasa, namun kemudian tumbuh secara luar biasa seiring dengan disiplin dan latihan yang dilakukan. Atau seorang yang hari ini dikenal sebagai ilmuwan genius, padahal teman SD nya mengenal dirinya dulu sebagai anak yang kurang pandai. Atau seseorang yang hari ini dikenal sebagai politisi dan orator hebat, sementara dulunya anak yang kuper. Jadi kalau anak Anda hari ini kurang pandai matematika, sumbang kalau bernyanyi, atau kurang berprestasi dalam orahraga. Anda tidak perlu buru-buru frustrasi sambil berteriak “Ah, dasar gak bakat”. Siapa tahu, gen positif pembawa bakatnya saja yang belum menyala. Dan disinilah peran orang tua untuk menyalakannya, dengan memberikan ruang yang luas bagi seorang anak mengembangkan bakatnya. Tentu, seorang bejo yang ada dicerita diatas belum tentu akan menjadi guru, atau bahkan akan menjadi guru yang luar biasa jika orang tuanya mampu bertindak demikian. Sekarang, sudahkah kita melakukannya untuk anak kita?

Sumber: netsains.com
read more

Indonesia Masih Gunakan HFC-134a

Tidak dapat kita pungkiri, lapisan ozon semakin menipis. Tak hanya para ahli lingkungan, dalam sektor apapun para ahli juga merasa bertanggung jawab untuk terus berupaya menciptakan teknologi yang ramah lingkungan. Terutama zat atau senyawa kimia yang biasa digunakan untuk menopang beroperasinya suatu mesin. Bahan mesin pendingin yang ada pada mobil, contohnya.
Baru-baru ini Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat, atau yang lebih dikenal dengan sebutan U.S. EPA, telah menyetujui pokok persoalan terkait dengan bahan pendingin mobil.
HFO-1234yf merupakan hidrokarbon fluorinated, atau yang memiliki nama lain 2, 3, 3, 3-Tetrafluoropropene, senyawa kimia baru inilah sebagai pengganti HFC-134a. Seperti dilansir dari berita U.S EPA, ketika mobil yang telah menggunakan HFO-1234yf ini digunakan, dapat mengurangi efek buruk ke lingkungan dan potensi pemanasan global (GWP) dapat dikurangi hingga 99,7% dibanding dengan senyawa yang sebelumnya digunakan, yaitu HFC-134a.
HFO-1234yf merupakan yang pertama di kelas baru refrigerant, potensi pemanasan global 335 kali lebih sedikit dibandingkan dengan HFC-134a dan masa hidup di atmosfer 400 kali lebih pendek. Hal ini dikembangkan untuk membantu produsen mobil memenuhi peraturan Eropa yang berlaku tahun 2011 dimana semua platform mobil baru yang akan dijual di Eropa diharuskan menggunakan refrigerant dalam sistem AC dengan GWP di bawah 150. Dan HFO-1234yf memiliki 4 GWP. Ini berarti pembuat mobil tidak perlu membuat modifikasi signifikan dalam lini perakitan dan mengakomodasi desain produknya.
Sebelum menggunakan HFC-134a, bahan refrigerant mobil menggunakan CFC-12, sebuah gas rumah kaca dan gas yang dapat menipiskan lapisan ozon. Berlubangnya stratosfer terutama lapisan ozon menunjukkan semakin tingginya radiasi sinar UV yang masuk ke permukaan bumi. Selain menghangatkan, radiasi UV memiliki beberapa efek, termasuk kanker kulit, katarak, menurunnya sistem imun, dan penuaan dini serta mengeriputnya kulit. Karena alasan inilah, penting sekali memeriksa index UV dan selalu ingat untuk mengenakan topi, kacamata dan sunscreen.
Bagaimana dengan Indonesia?

Sumber: netsains.com
read more

Cerita Menulis Tesis (bagian 1)


Mulai semester ini mahasiswa bimbingan S3 meningkat menjadi 10 orang (peningkatan 150%) dari tahun lalu. Uniknya mereka mayoritas orang Indonesia yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan profesinya pun guru (baik di bawah Kemendiknas atau Kemenag).  Dari segi komunikasi jelas tidak bermasalah karena sama-sama paham Bahasa Indonesia, yang jadi kendala tentu hal yang klasik: kesiapan melakukan studi di tingkat doktoral. Maka acara berbagi pengalaman saat saya mengerjakan tesis dulu (walaupun konteksnya berbeda), menjadi hal yang diulang-ulang diceritakan ke mereka dengan harapan bisa punya gambaran dan mengambil pelajaran berharga serta tidak melakukan kekeliruan yang sama. Tapi rasanya memang apa yang diceritakan seperti ‘masuk telinga kiri, keluar dari telinga kanan’. Cara lain supaya mereka sedikit “nyahok” adalah dengan menuliskan pengalaman menulis tesis dulu di blog ini (dengan harapan mereka juga membacanya sehingga tidak perlu sampai meningkatkan dosis ‘ceramah motivasi’ yang memang akan membosankan kedua pihak).
Secara resmi saya memulai studi S3 pada April 2003, dapat beasiswa dari NZAID yang menyatakan bahwa tiga tahun harus selesai. Dosen pembimbing (supervisor) pun sudah ditentukan, yaitu dipilih berdasar bidang kepakaran yang akan diteliti dan sebisa mungkin punya pengalaman dalam dunia pendidikan di negara berkembang. Fakultas memilih Dr. Kabini Sangat sebagai pembimbing utama (namun setiap komunikasi tatap muka/elektronik cukup nyebut nama depannya saja tanpa perlu embel-embel Mr. Sanga atau Dr Kabini Sanga). Dia berasal dari negara Solomon Islands [relatif terbelakang dibanding Indonesia], punya pengalaman bekerja sebagai kepala sekolah, birokrat pendidikan dan peneliti di Canada sebelum akhirnya kerja sebagai dosen di Victoria University of Wellington (VUW) di Selandia Baru. Pertemuan pertama dengannya bertukar pengalaman dan menjelaskan topik riset yang akan saya lakukan, serta menjelaskan tentang Indonesia dan dunia pendidikannya. Sarannya singkat saja, siapkan proposal dan dia akan cari pembimbing kedua yang akan ikut membantu.
Studi S3 di universitas di Selandia Baru (juga Australia dan tentu saja di Malaysia) sifatnyafull research, dimana tidak ada kelas yang harus diikuti. Sejak pertama kali secara resmi terdaftar, maka semua hal dilakukan sendiri, biasanya kontak dengan supervisor bila memang ada masalah. Kalau pun banyak meminta nasehat dan petatah-petitih dalam menyelesaikan masalah, maka pembimbing pun akan menilai bahwa kita memang tidak siap untuk studi doktoral, dan dianggap tidak independen dalam studi.  Sebagai mahasiswa S3, kita dianggap setara dengan staf dosen, atau lebih tepatnya sedang menjalani magang sebagai peneliti. Maka fasilitas untuk studi pun diberikan mirip seperti dosen, dikasih ruangan kerja, komputer dan akses internet, akses ke mesin fotocopy, jumlah buku yang bisa dipinjam di perpustakaan sampai kepada dana riset untuk pengumpulan data di lapangan.
Dalam keadaan yang ‘linglung’ dan dianggap mandiri dalam melakukan kerja, maka cara yang dilakukan adalah membaca buku ringan tentang bagaimana supaya sukses dalam studi PhD. Dua nasehat yang terus membekas sampai sekarang adalah: pertama, untuk bisa menyusun tesis dalam bidang riset kita, maka pelajari lah dengan seksama tesis yang telah dinyatakan lulus dalam bidang tersebut; kedua, jaga hubungan baik dan lakukan lah kontak secara teratur dengan pembimbing, dan dokumentasikan segala hal itu dengan baik [untuk sebagai bukti bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan].
Sesuai dengan nasihat bijak tersebut, maka dimulai lah perburuan mencari tesis dalam bidang riset kita yang bisa dijadikan pedoman bagi penulisan tesis nantinya. Saat ini untuk mendapatkan info mengenai tesis tidak begitu sulit, database di perpustakaan bisa memberikan daftar judul tesis berdasarkan kata kunci yang diberikan dalam hitungan detik. Namun laman web favorit adalah dengan mengandalkan Te Puna, yaitu website National Library of New Zealand; berhubung dengan akses Te Puna maka semua karya tulis seluruh New Zealand terpangpang dengan mudah dan hard copy-nya pun bisa didapatkan dengan cara pemesanan Inter-library loan. Pernah mendapati beberapa hasil penelitian yang menarik ternyata menjadi koleksi di satu perpustakaan di universitas di Australia, namun untuk mendapatkan aksesnya disamping mahal juga lelet (menunggu sampai tiga bulanan), malah ada beberapa yang tidak boleh dipinjam keluar Australia sama sekali [walaupun New Zealand adalah sekutu paling terpercaya, namun dalam urusan riset tidak menjadikan hal itu 'akrab' dan bebas berbagi].
Setelah baca berbagai tesis dengan perkiraan menarik dari judulnya, akhirnya didapati tiga buah tesis S3 dijadikan rujukan. Yang pertama adalah tesis mengenai riset pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, yang kedua  penelitian tentang devolusi pendidikan di satu negara kepulauan pasifik dan ketiga adalah disertasi mengenai perubahan radikal kebijakan penilaian pendidikan yang terjadi di Selandia Baru. Secara teliti dipelajari lah tiga tesis berbahasa Inggris itu untuk didapatkan strukturnya, cara mereka menuliskan pertanyaan riset, metodologi yang dipakai, bahasa ekspresi dan argumen yang dipakai, style penulisan dan pengutipan dan hal detail lainnya. Bisa dikatakan mempelajari ini diperlukan waktu hampir dua bulan penuh (disamping juga membaca rujukan untuk kajian pustaka), sampai dikira paham dengan sepenuhnya dan bisa menuliskan karya saya sendiri seperti ketiga tesis tersebut (tentu kemudian didapati bahwa apa yang disebut ‘paham’ masih dalam taraf awal, saat mulai menulis draft tesis kesulitan mengeksplorasi dan sesuai standar untuk tesis S3 terjadi di berbagai kesempatan; untungnya ada referensi yang bisa terus digunakan, yaitu membaca kembali ketiga tesis itu).
Mengenai pembimbing kedua yang saya sangka urusannya enteng ternyata bertele-tele dan kadang bikin repot, malah akhirnya sampai mengalami tiga orang dosen lain sebagai second supervisor ini. Yang pertama, lelaki orang kulit putih (di New Zealand disebut pakeha) ternyata hanya sempat diskusi bersama satu kali saja, berhubung bulan berikutnya dia memilih kerja sebagai dosen di Irlandia; yang kedua perempuan (pakeha), beliau malah tahu sejarah Indonesia dan beberapa kali pergi ke Sumatera Utara karena dia aktivis kristen, namun di tengah jalan beliau tidak bisa melanjutkan membimbing berhubung memilih pensiun. Yang ketiga dan terakhir, lelaki pakeha juga, walaupun kepakarannya beda namun sedikit bawel dan banyak mengkritisi (lebih tepatnya mengejek) tulisan English saya (yang memang jelek). Bila disuruh memilih, saya menyukai kerja dengan pembimbing yang perempuan, walaupun saat diskusi selalu dipojokan, dan mengkritisi hebat pola pikir saya, namun saya belajar banyak dari beliau tentang bagaimana menulis dalam English, dan selalu mengingatkan melalui email secara reguler tentang apa yang dikerjakan dan seberapa jauh kemajuan studi yang didapat. Keberadaan pembimbing keduanya tentu membantu kalau yang pertama ‘kerepotan’, namun pernah dalam tempo selama empat bulan, tidak bertemu dengan kedua pembimbing sekaligus berhubung yang pertama sedang cuti sabatikal dengan mengajar di universitas di Canada dan yang kedua melakukan tugas sebagai aktivitis-nya di India, sehingga satu-satunya tetap kontak adalah berkirim email tentang apa yang saya kerjakan (kemudahan yang lima belas tahun dulu belum ada).
Mulailah pada bulan Mei 2003 merancang proposal dan menuliskan isinya. Di fakultas tempat saya terdaftar, rata-rata mahasiswa menyelesaikan proposal dalam waktu satu semester (6 bulanan), dan isi proposal nantinya adalah bab pertama dari tesis. Isinya pun kurang lebih harus menunjukkan kajian literatur yang ‘terlihat bentuknya’ untuk dikembangkan menjadi bab kajian pustaka dan metodologi. Proses menulis proposal tentu tidak sekaligus, namun dicicil dengan mencomot dari berbagai sumber bacaan yang relevan, dituliskan, dikirim via email untuk minta komentar dan kritik; selanjutnya diskusi tatap muka (paling tidak sebulan sekali) dan hasil akhirnya adalah dicorat-coret, perbaikan, revisi dan perbaikan lagi. Pada waktu bulan ke-empat bentuk proposal sudah nampak yang tidak lain merupakan upaya revisi sampai dua belas kali dari pertama kali dibuat.
Pada saat itu, kedua dosen pembimbing memutuskan bahwa proposal sudah dianggap matang, dan perlu disiapkan instrumen riset yang sesuai dengan apa yang dituliskan di proposal. Di mulailah perburuan melengkapi dan mencari bentuk instrumen riset yang pas, yaitu melalui kuesioner dan wawancara, khususnya detail pertanyaan dan prosedur pengumpulan data. Beberapa kali draft diajukan, dan diakhiri dengan coretan ketidaksetujuan dan singkatnya ditolak, sampai akhirnya didapati model kuesioner yang cocok dan daftar pertayaan untuk wawancara yang tepat. Proposal lengkap dengan instrumen riset itu diajukan ke komisi etik fakultas untuk mendapatkan persetujuan boleh tidaknya pengumpulan data lapangan dilakukan, dalam hal ini mahasiswa tidak perlu tampil untuk presentasi, cukup diwakili oleh supervisor saja (sistem yang simpel dan berdasar kepercayaan).
Komisi etik menilai apakah isi riset dan prosedur pengumpulan datanya mengandung hal yang ‘berbahaya’, maksudnya apakah isinya sensitif, diskriminatif atau sejenisnya. Terus juga menanyakan bagaimana memperlakukan pendapat yang didapat dari responden, dalam hal ini kebijakan universitas sangat tegas, bahwa responden berhak atas consent (dengan ijin) untuk berpartisipasi, confidential (rahasianya dijaga dengan baik) dan anonymous (tidak ada satu hal yang bisa mengindikasikan identitas responden). Dalam waktu satu minggu keputusan persetujuan sudah didapat dan supervisor mengatakan bahwa secara resmi saya sekarang adalah doctorate candidate. Dan proposal yang diajukan bisa dikatakan adalah ‘kontrak tertulis’ tantara si mahasiswa dengan universitas. Maka tahapan pertama menulis tesis berhasil dijalani. [bersambung]

From netsains.com
read more

Sunday, August 14, 2011

Facebook akan Hancur pada 5 November Mendatang?








  • Dunia maya benar-benar sedang berada di masa sulitnya sekarang ini. Bagaimana tidak? Selama kurun waktu satu tahun terakhir ini, aktivitas hacking menjadi sangat aktif dan mulai terasa mengancam. Situs-situs besar runtuh satu-persatu, informasi yang rahasia mulai terlempar ke publik, dan keamanan semua transaksi yang penting dipertanyakan. “Hebatnya”, semua kekacauan ini lahir dari sekelompok orang tanpa identitas yang menamai dirinya Anonymous. Apakah ini sebuah tren? Atau usaha untuk menegakkan keadilan? Ataukah ini sebuah permainan anak-anak bagi mereka? Apapun itu, Facebook kini menjadi pihak yang harus bertahan.
    Melalui sebuah video yang dirilis di situs video Youtube, Anonymous menyampaikan sebuah pesan ancaman yang cukup jelas untuk Facebook. Situs jejaring sosial terbesar di dunia itu dijadikan target sebuah operasi hacking dengan sandi nama (codename) Operation Facebook. Misi Anonymous sangat jelas, membunuh dan menghancurkan Facebook secara total pada 5 November 2011 mendatang.

    Lantas alasan apa yang menjadi dasar serangan ini? Anonymous mempermasalahkan kebijakanprivacy milik Facebook yang masih memungkinkan situs ini untuk menjual, membagi, dan menyerap semua informasi pribadi pemilik akun walaupun sudah tidak aktif sekalipun. Facebook bisa membagi informasi ini kepada pihak ketiga, di lain sisi juga rentan untuk dieksploitasi dan dicuri. Sebuah kekhawatiran yang masuk akal
    Apa yang sebenarnya dikejar oleh Anonymous dengan semua aksi ini? Apakah mereka ingin tampil sebagai seorang Messiah di dunia maya yang memang sedang carut-marut? Apakah mereka ingin membangun kesadaran? Atau ini semua memang permainan? Untuk menghapus kekhawatiran yang ada,  Anonymous hanya menyampaikan bahwa suatu saat masyarakat akan berterima kasih atas apa yang mereka coba dan sudah lakukan. Mereka mengaku aksi ini bukanlah sebuah tindakan vandalisme untuk membahayakan atau menyerang kita, tetapi lebih untuk menyelamatkan.
    Anda bisa melihat video ancaman tersebut di bawah ini, beserta dengan transkripnya. Apakah 5 November 2011 akan menjadi akhir dari Facebook? Kita lihat saja, The Battle of Wits start now!
    Video




    TRANSKRIP (ENGLISH)




    Attention citizens of the world,
    We wish to get your attention, hoping you heed the warnings as follows:
    Your medium of communication you all so dearly adore will be destroyed. If you are a willing hacktivist or a guy who just wants to protect the freedom of information then join the cause and kill facebook for the sake of your own privacy.
    Facebook has been selling information to government agencies and giving clandestine access to information security firms so that they can spy on people from all around the world. Some of these so-called whitehat infosec firms are working for authoritarian governments, such as those of Egypt and Syria.
    Everything you do on Facebook stays on Facebook regardless of your “privacy” settings, and deleting your account is impossible, even if you “delete” your account, all your personal info stays on Facebook and can be recovered at any time. Changing the privacy settings to make your Facebook account more “private” is also a delusion. Facebook knows more about you than your family.

    You cannot hide from the reality in which you, the people of the internet, live in. Facebook is the opposite of the Antisec cause. You are not safe from them nor from any government. One day you will look back on this and realise what we have done here is right, you will thank the rulers of the internet, we are not harming you but saving you.
    The riots are underway. It is not a battle over the future of privacy and publicity. It is a battle for choice and informed consent. It’s unfolding because people are being raped, tickled, molested, and confused into doing things where they don’t understand the consequences. Facebook keeps saying that it gives users choices, but that is completely false. It gives users the illusion of and hides the details away from them “for their own good” while they then make millions off of you. When a service is “free,” it really means they’re making money off of you and your information.
    Think for a while and prepare for a day that will go down in history. November 5 2011, #opfacebook . Engaged.
    This is our world now. We exist without nationality, without religious bias. We have the right to not be surveilled, not be stalked, and not be used for profit. We have the right to not live as slaves.
    We are anonymous
    We are legion
    We do not forgive
    We do not forget
    Expect us

    TRANSKRIP (SETELAH DITERJEMAHKAN KEDALAM B.INDONESIA)

    Perhatian warga dunia, 



    Kami ingin mendapatkan perhatian Anda, berharap Anda memperhatikan peringatan sebagai berikut: 
    Media Anda komunikasi Anda semua begitu mahal memuja akan dihancurkan. Jika Anda adalah hacktivist bersedia atau seorang pria yang hanya ingin melindungi kebebasan informasi kemudian bergabung penyebabnya dan membunuh facebook demi privasi Anda sendiri. 

    Facebook telah menjual informasi kepada badan-badan pemerintah dan memberikan akses rahasia untuk perusahaan keamanan informasi sehingga mereka dapat memata-matai orang-orang dari seluruh dunia. Beberapa disebut infosec perusahaan whitehat bekerja untuk pemerintahan otoriter, seperti Mesir dan Suriah. 

    Segala sesuatu yang Anda lakukan di Facebook tetap di Facebook terlepas dari pengaturan "privasi", dan menghapus account Anda adalah mustahil, bahkan jika Anda "menghapus" account Anda, semua info pribadi Anda tetap di Facebook dan dapat dipulihkan setiap saat. Mengubah pengaturan privasi untuk membuat account Facebook Anda lebih "pribadi" juga khayalan. Facebook tahu lebih banyak tentang Anda daripada keluarga Anda. 


    Anda tidak dapat bersembunyi dari realitas di mana Anda, orang-orang dari internet, tinggal masuk Facebook adalah kebalikan dari penyebab Antisec. Anda tidak aman dari mereka atau dari pemerintah manapun. Suatu hari Anda akan melihat kembali hal ini dan menyadari apa yang telah kita lakukan di sini adalah tepat, Anda akan berterima kasih kepada penguasa internet, kami tidak merugikan Anda, tetapi menghemat. 


    Kerusuhan sedang dilakukan. Ini bukan pertempuran atas masa depan privasi dan publisitas. Ini adalah pertempuran untuk pilihan dan informed consent. Ini berlangsung karena orang sedang diperkosa, menggelitik, dianiaya, dan bingung dalam melakukan hal-hal di mana mereka tidak mengerti konsekuensi. Facebook terus mengatakan bahwa itu memberikan pengguna pilihan, tetapi yang benar-benar palsu.Ini memberikan pengguna ilusi dan menyembunyikan rincian menjauh dari mereka "untuk kebaikan mereka sendiri" sementara mereka kemudian membuat jutaan dari Anda. Ketika sebuah servis "bebas," itu benar-benar berarti mereka sedang membuat uang dari Anda dan informasi Anda. 

    Pikirkan untuk sementara dan mempersiapkan untuk hari yang akan turun dalam sejarah. 5 November 2011, # opfacebook. Terlibat. 

    Ini adalah dunia kami sekarang. Kami ada tanpa kebangsaan, tanpa bias agama.Kami memiliki hak untuk tidak surveilled, tidak berjalan, dan tidak digunakan untuk keuntungan. Kami memiliki hak untuk tidak hidup sebagai budak. 

    Kami anonim 
    Kami legiun 
    Kami tidak memaafkan 
    Kami tidak lupa 
    Mengharapkan kita

    Sumber : http://www.cr0wja.co.cc/2011/08/facebook-akan-hancur-pada-5-november.html#ixzz1UxuwxOoB
    read more

    Adds

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

    Share

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More